Manaqib Al-Imam
Al-’Allamah Al-Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad Shohibur Ratib,
Bagian 01
Al-Imam
Al-’Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, di lahirkan di
Syubair السبيْر di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi
Hadhramaut-Yemen pada tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota
Tarim dan di saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar
sehingga menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat.
Meskipun
kedua mata beliau tidak dapat melihat sejak usia dini, beliau tetap tidak
memutuskan gairahnya untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan mengisi masa kecilnya
dengan berbagai macam ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT, sehingga mulai
dari sejak usia dini, hidupnya sangat berkah dan berguna.
Ayah beliau,
al-Habib Alawi bin Muhammad al-Haddad berkata: “Sebelum aku menikah, aku
berkunjung kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di
Kota Syi’ib untuk meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad menjawabku:
“Awlaaduka
Awlaadunaa Fiihim Albarakah”
Artinya:
“Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat
berkah.”
Selanjutnya,
al-Habib Alawi al-Haddad berkata: “Aku tidak mengerti arti ucapan al-Habib
Ahmad itu, sampai setelah lahirnya puteraku, Abdullah dan berbagai tanda-tanda
kewalian dan kejeniusannya.”
Semenjak
kecil, al-Habib Abdullah al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan
gemar beribadah. Tentang masa kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika aku
kembali dari tempat belajarku pada waktu Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah
masjid untuk melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian
untuk mengetahui betapa besar kemauan beliau untuk beribadah di masa kecilnya,
al-Habib Abdullah menuturkannya sebagai berikut: “Di masa kecilku, aku sangat
gemar dan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mujahadah, sampai nenekku seorang
wanita shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad
al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak kasihanilah dirimu.’ Ia mengucapkan
kalimat itu, karena merasa kasihan kepadaku ketika melihat kesungguhanku dalam
ibadah dan bermujahadah.”
Seorang
sahabat dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Ketika aku berkunjung
kerumah al-Habib Abdullah bin Ahmad Bilfagih, maka ia bercerita kepada kami:
‘Sesungguhnya kami dan al-Habib Abdullah al-Haddad tumbuh bersama, namun Allah
SWT memberinya kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup
al-Habib Abdullah sejak masa kecilnya telah mempunyai kelebihan tersendiri,
yaitu ketika ia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis
sejadi-jadinya, sehingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang mulia
itu, maka dari kejadian itu dapat kami maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah
diberi kelebihan tersendiri sejak di masa kecilnya.”
Al-Habib
Abdullah sering berziarah kubur pada Hari Jum’at sore setelah melakukan shalat
Ashar di masjid al-Hujairah. Selain itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering
berziarah kubur pada Hari Selasa sore. Setelah usianya semakin lanjut dn dan
kekuatannya semaki menurun, maka al-Habib Abdullah tidak berziarah pada Hari
Jum’at dan Selasa seperti biasanya, adakalanya beliau berziarah pada Hari Sabtu
dan hari-hari lainnya sebelum matahari naik.
Di antara wirid al-Habib Abdullah
bin Alawi al-Haddad setiap harinya adalah kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH”
sebanyak seribu kali. Tetapi di Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu kali
setiap harinya. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada
waktu enam hari di Bulan Syawal. Selain itu, beliau mengucapkan “LAA ILAAHA
ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah berkata: “Kami
biasa melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.”
Al-Habib Abdullah sering berpuasa
sunnah, khususnya pada hari-hari yang dianjurkan, seperti Hari Senin dan Hari
Kamis, hari-hari putih (Ayyamul baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam hari di
Bulan Syawal dan lain sebagainya sampai di masa senjanya. Beliau selalu
menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain.
menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain.
Selain di kenal sebagai ahli
ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal seorang yang istiqomah
dalam ibadah dan mujahadahnya seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib Abdullah adalah seorang
yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya, Rasulullah SAW.”
Dalam masalah ini, al-Habib
Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Kami telah mengamalkan semua jejak Nabi
Muhammad SAW dan kami tidak meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali hanya
memanjangkan rambut sampai di bawah ujung telinga, karena Nabi SAW memanjangkan
rambutnya sampai di bawah ujung kedua telinganya.”
Tentang kesabaran al-Habib
Abdullah bin Alawi al-Haddad, sejak masa kecil beliau sudah mengalami berbagai
cobaan, diantaranya adalah ketika ia menderita penyakit cacar sampai kedua
matanya tidak dapat melihat. Meskipun begitu, ia rajin mencari ilmu dan
beribadah di masa kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat
setiap paginya hingga Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia selalu
menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya. Dalam
masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya:
“Sesungguhnya penyakit demam di
tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum
meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku
ini, sampaipun keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat al-Ba’alawi,
al-Habib Abdullah mengatakan:
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
Al-Habib Abdullah kembali
menjelaskan: “Kami tidak mengikuti
tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al-Faqih
al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami
tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi
telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan
mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.”
Telah kami sebutkan bahwa di masa
kecil beliau, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap
harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah
tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘WALI
AL-QUTHUB’ sejak usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau mendapat
kedudukan Wali al-Quthub lebih dari ‘ENAM PULUH TAHUN’. Beliau menerima libas
atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib
Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad bin
Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib
Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang hingga beliau
wafat (1132 H). Jadi beliau menjadi Wali al-Quthub lebih dari ’60 TAHUN’.
Beliau menuntut ilmu pada
ulama’-ulama’ di zamannya, diantaranya guru-guru beliau adalah: Sayyiduna
Al-Quthub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, Al-Habib Al-’Allamah Agil bin
Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid,
Al-Habib Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi, dan termasuk
guru-guru beliau juga adalah Al-Imam Al-’Allamah guru besar kota Makkah
Al-Mukarromah, Al-Habib Muhammad bin Alwi As-Segaf, dan masih banyak lagi
guru-guru beliau yang lainnya.
Beliau memiliki banyak murid,
diantara murid-murid belia adalah: Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad
(putera beliau sendiri), Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi, Al-Habib
Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih, Al-Habib Umar bin Zain bin Smith, Al-Habib
Muhammad bin Zain bin Smith, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar, Al-Habib Ali
bin Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha
Ash-Shafi As-Segaf, dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
Di antara karya-karya tulis
al-Habib Abdullah adalah: ar-Risalah Adab as-Suluk al-Murid, ar-Risalatul
al-Mu’awanah, an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah, Sabiilul
Iddikar, al-Ithaaf as-Saail, at-Tatsbiitul Fuaad, ad-Da’wah at-Taamah,
an-Nasaih ad-Diiniyah, dan masih banyak lagi lainnya.
Dan termasuk wirid-wirid yang
beliau susun diantaranya yang sangat terkenal adalah ‘Ratib Al-Haddad’ yang
beliau susun di malam Lailatul Qadr tahun 1071 H.
Beliau wafat hari Senin Malam
Selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal di kota
Tarim-Hadhramaut-Yemen.
Semoga Allah
merahmati beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta
memberi kita manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan
akhirat. Aamiin..
0 komentar:
Posting Komentar