BAB AIR
UNTUK BERSUCI/ THOHAROH
(berwudhu’ / mandi wajib) Madzhab Imam Syafi’i.
Air untuk bersuci tersebut ada 7 ,menurut segi tempat
asalnya , yaitu :
·
3 macam yang turun dari langit : Air Hujan , Air
salju dan Air embun.
وَأَنْزَلْناَ
مِنَ السَّمَاءِ مَاۤءً طَهُورًا :
“Dan kami
turunkan air dari langit yang amat
bersih ( suci ) “ ( Al_Furqon : 48 ).
وَيُنَـزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لِيُطَهِّرَكُمْ
بِهِ :
"Dan
Dia (Allah) menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kalian
dengannya” ( Al_Anfal : 11 ).
·
4 macam yang keluar dari bumi : Air Laut , Air sungai , Air Sumur, Air Sumber Mata Air.
Tujuh macam Air diatas dapat
dipergunakan untuk bersuci ( Thoharoh ).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله
عنه - قال : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي البَحْرِ
: هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ الحِلُّ مَيْتَـتُهُ. (رواه
مالك و الشافعي و أحمد )
“ Dari Abu Hurairoh radiyallahu
‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda tentang laut, Laut itu suci airnya dan halal bangkainya “.
Air terbaik adalah air yang pernah keluar
dari sela-sela jari Rasulullah saw di saat para sahabat kehausan , Air zam zam ,
Air Telaga Al Kautsar , Air Sungai Nil , Air sungai Furat.
--------------------------------------------------------------------------------------
A.
Jenis
Air menurut Hukum Syariah Islam “ Imam Syafii “ :
1.
Air suci mensucikan / Mutlaq : Air yang suci dan dapat mensucikan ( untuk
Thoharoh ) , air ini tidak ada perubahan sifatnya sama sekali ( sesuai daerahnya
masing-masing ).
Misal = Sekiranya kita bertanya
kepada orang yang bijak , “ benda apa yang ada pada gelas ini ? maka orang
tersebut menjawab : “ Air “ . Maka air tersebut katagori Mutlaq. Lain halnya
dengan sebutan Air kelapa / Air sabun dll.
2.
Air suci tapi tidak mensucikan / tidak untuk
bersuci : Biasa disebut istilah fiqihnya “
Air Musta’mal “.
Air Musta’mal adalah air sedikit ( kurang dari dua qullah ) yang terkena cipratan dalam
jumlah yang banyak, atau air yang bekas digunakan untuk Thoharoh wajib/ mandi
wajib dan kembali pada tempat tersebut. Air bekas tersebut suci namun tidak
bisa untuk mensucikan. Karenanya kita boleh memakainya untuk yang lain, namun
tidak boleh untuk wudhu/ mandi wajib ( spt : mandi junub / mandi bersih dari
haidh dan nifas ).
Perkecualian, Air musta’mal tersebut boleh untuk bersuci / Thoharoh dengan syarat (
memenuhi syarat-syarat ) dibawah ini =
1.
Bukan dipergunakan untuk Thoharoh wajib , seperti : Tajdid
wudhu (memperbaharui wudhu), mandi sunnah Jum’at / hari raya. Maka sah-sah
saja.
2.
Tercampurnya air musta’mal dengan air musta’mal yang lain,
mencapai Dua Qullah ( 216 liter Air ) dalam satu wadah.
3.
Ketika memakai air tersebut berniat ightirof
( نَوَيْتُ اْلإِغْـتِرَاف ). Maka
air yang tersisa ditempat tersebut tidak menjadi Musta’mal. Bila tidak
berniat , maka musta’mal ( tidak sah ).
4.
Air tersebut tidak terpisah dari anggota badan yang wajib wudhu saja “ Dengan kata lain: air tersebut
masih mengalir dianggota badan” , lain halnya seperti : sisa/putusan tetesan
air yang telah terpakai untuk muka dilanjutkan untuk dipakai pada tangan ,
Begitu pula selanjutnya dari tangan
untuk kepala dst . maka Musta’mal ( tidak sah ).
Catatan :
a)
Hukum Air Mutlaq yang berubah sifatnya / salah satu sifatnya (Bau
, Warna dan Rasa) karena tercampur sesuatu , maka air tersebut tidak boleh
untuk Thoharoh, namun boleh untuk lainnya.
Misalnya perubahan air dalam satu wadah tersebut karena
tercampur air teh/ air kopi/sirup dll. Maka hukumnya halal untuk dikonsumsi
tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci “. Jikalau tidak ada
perubahan (Bau , Warna dan Rasa) ,
misalnya air banyak dalam wadah yang besar ( lebih dari dua qullah ) hanya
tercampur air teh sedikit , maka hukumnya sah untuk Thoharoh .
b)
Hukum Air Mutlaq yang kejatuhan minyak (seperti minyak goreng
) atau terdapat lumut didasar wadahnya , asalkan benda yang terdapat pada air
tersebut tidak tercampur dan dapat dipisahkan, maka air tersebut sah dipakai untuk thoharoh.
c)
Dua qullah = 216 Liter air /air yang ditampung dalam wadah
ukuran 60cm sama panjang, lebar dan tingginya.
3.
Air Najis Atau Terkena Najis
: Air najis /Air
yang menjadi najis karena kejatuhan najis didalam nya. Dan air yang terkena
najis itu disebut Mutanajjis.
Hukum dari air ini diperinci
sebagai berikut :
a)
Jika Air itu sedikit (kurang dari dua qullah ) lalu kejatuhan
benda najis, walaupun tidak berubah sifatnya, asalkan kita meyakini adanya
benda najis yang jatuh. maka hukum air tersebut menjadi Najis Mutlaq.
b)
Jika Air itu banyak (dua qullah/ lebih ), lalu kejatuhan
benda najis, maka air tersebut tidak dihukumi Najis, dan boleh untuk Thoharoh.
Kecuali berubah salah satu sifatnya ( bau, warna dan rasa ) , dan meyakini
adanya najis dalam air tersebut, maka tetap dihukumi Najis dan tidak boleh
untuk Thoharoh.
Air Najis dapat menjadi suci dengan tiga cara menurut
syariah.
Adalah :
1.
Air tersebut suci dengan sendirinya, maksudnya: air yang
terkena najis tersebut di diamkan dengan waktu yang lama, dan menjadi hilang najis
tersebut dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia. Dengan syarat, air
tersebut dua qullah/ lebih. Maka air tersebut menjadi suci.
2.
Air najis tersebut sedikit ( kurang dua qullah ) ditambah dengan
air yang suci sehingga mencapai dua qullah atau lebih, dan hilang sifat najisnya.
Maka air tersebut menjadi suci.
3.
Air najis tersebut menjadi suci dengan adanya pengurangan
air, dengan syarat, sifat najis itu menjadi hilang, dan jangan sampai sisa air
yang tertinggal ( setelah dikurangi ) menjadi kurang dari dua qullah. Maka air
tersebut menjadi suci.
“ Catatan untuk Air
najis diatas : A’inun najasah ( benda najis ) tersebut harus diangkat
terlebih dahulu, baru melakukan tiga cara diatas “.
Rujukan :
1. Kitab Taqrirat Alhabib Zein Bin Ibrahim Bin Smith
2. Kitab Muqoddimah Hadromiyah Al-Alamah Abdullah Ba-Fadhol